VIVAnews - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) melarang tenaga kerja asing menduduki kepala eksekutif korporat (CEO) bidang personalia di perusahaan berbadan hukum Indonesia.
Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto, menilai kebijakan larangan itu tidak berdasarkan undang-undang. Alasannya, ketentuan hukum di Indonesia, tidak mengenal istilah CEO.
"Ini namanya kelirumologi, sangat tidak tepat dan tidak jelas apa yang diatur," kata Airlangga, kepada VIVAnews, di Jakarta, Senin 13 Maret 2012.
Airlangga yang juga sebagai Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), meminta agar Kemenakertrans dalam membuat membuat aturan untuk mengetahui terlebih dahulu konteks yang diaturnya.
Selama ini, aturan mengenai CEO hanya terdapat di Amerika Serikat dan tidak pernah dikenal dalam aturan Indonesia. "Apa mau mengatur perusahaan AS?" tanya Airlangga.
Meskipun CEO dapat diartikan sebagai jajaran direksi di sebuah perusahaan, Airlangga menilai definisi tersebut tidak dapat disamakan. Sebab, sebuah peraturan harus mengikuti turunannya.
"CEO tidak dikenal dalam wacana UU Perseroan Terbatas, jadi tidak effektif dan efisien," ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melarang tenaga kerja asing menduduki kepala eksekutif korporat (CEO) di perusahaan berbadan hukum Indonesia.
Larangan ini seiring keluarnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012, tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing yang ditandatangani pada 29 Februari. Keluarnya keputusan menteri ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 46 Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal itu berbunyi: Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu. (umi)